Rabu, 17 April 2013

Hubungan Kemahiran Abad ke-21 dengan Karakter dan Budaya Bangsa

PENGENALAN

Kemahiran abad ke-21 adalah salah satu istilah yang paling banyak dibicarakan dalam pendidikan saat sekarang ini. Para penganjur lebih menuntut kepada para generasi tenaga kerja seperti pelajar sebagai tenaga masa hadapan untuk lebih menggunakan daya pemikiran yang lebih bersifat bebas, penyelesai masalah dan pembuat keputusan yang handal. Untuk memenuhi cabaran ini, sekolah mesti merubah cara yang membolehkan pelajar untuk memperoleh pemikiran kreatif, fleksibel, kemahiran penyelesaian masalah, kerjasama dan inovatif. Ini bersesuaian dengan pendapat beberapa penulis (Carroll, 2007; Burmack, 2002; Riddle, 2009; Frey & Fisher, 2008; Elkins, 2007; Trilling & Fidel, 2009) dan organisasi (Parthnership abad ke-21; NCREL, Metiri Group, dan lain-lain) yang berhujah bahawa Kemahiran Pembelajaran Abad ke-21, adalah kritikal untuk mencapai transformasi. Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam kebelakanagan ini sebagai bukti bahawa sekolah diharapkan menjadi Center Of Exellence dari inovasi implementasi polisi pendidikan saat ini yang bukan hanya perlu dikaji sebagai wacana dalam pemprosesan pendidikan, namun sebaiknya dipertimbangkan sebagai langkah strategik ke arah peningkatan mutu pendidikan (Hernawan , 2007; Polisi Nasional Pembangunan Watak Bangsa, 2010). Perubahan yang signifikan dalam abad terakhir ini, dimana pengetahuan lebih ditekankan kepada layanan. Pengetahuan berkembang semakin pesat dan luas secara eksponensial. Teknologi informasi dan komunikasi mengubah bagaimana kita belajar, membuat keputusan bersama, berbagi informasi, kolaborasi dan inovasi. Ekoran dari itu, banyaknya cabaran dan perubahan di abad ke-21 dan semestinya pendidikan karakter diimplementasi secara empirik tepat, benar dan kreatif serta proaktif. Pendidikan di Indonesia saat ini cenderung lebih mengutamakan penguasaan aspek keilmuan dan kecerdasan, tetapi mengabaikan pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan salah satu hal penting untuk membangun dan mempertahankan jati diri bangsa (Marzano dan Kendall, 2008). Pendidikan bukan hanya membangun kecerdasan dan transfer of knowledge, tetapi juga harus mampu membangun karakter dan perilaku. Dengan hakekat pendidikan dan dibangun metodologi yang tepat, maka diharapkan dapat dibangun intellectual curiosity dan membangun common sense. Hal ini bersesuaian dengan pernyataan Atan (1988) bahawa Pendidikan dapat menyediakan ahli-ahli masyarakat supaya berguna kepada diri sendiri dan dapat memberikan sumbangan untuk pembangunan masyarakat itu. Tujuan kajian ini adalah untuk mengenal pasti hubungan kemahiran abad ke-21 pelajar dengan karakter dan budaya bangsa. Komponen kemahiran abad ke-21 disesuaikan dari NCREL enGauge abad ke-21 Kemahiran yang telah dibahagikan kepada empat komponen utama iaitu Literasi Era Digital, Pemikiran Inventif, Komunikasi Berkesan dan Produktiviti Tinggi. Pelbagai jenis penyelidikan telah dijalankan mengenai kemahiran abad ke-21 (Davitt, 2005; Marinah dan Ramlee 2003 ; Masturah, 2011), begitupun juga dengan karakter dan budaya bangsa. Zuchdi. Et al (2006) menyatakan bahawa iklim pendidikan karakter belum sepenuhnya kondusif. Oleh kerana itu setiap institusi pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas, bahkan perguruan tinggi hendaklah mempunyai program pendidikan karakter yang terintegrasi dengan semua bidang pengajian melalui kegiatan baik dalam kurikulum pendidikan mahupun dalam ko-kurikulum.

KEMAHIRAN ABAD KE-21 

NCREL dan Metiri Group (2003) telah memperkenalkan enGauge 21st century skills yang mencadangkan kemahiran-kemahiran abad ke-21 yang perlu dimiliki oleh generasi-generasi sekarang supaya mereka boleh mengarungi cabaran-cabaran era globalisasi yang penuh dengan informasi dan teknologi. Kemahiran-kemahiran yang dicadangkan oleh NCREL dan Metiri group sangat menekankan penggunaan teknologi dan informasi dalam pembelajaran sepanjang hayat. Pendidikan pada abad ke-21 perlu melengkapkan pelajar dengan kemahiran di mana perubahan perlu dilakukan daripada mengukur pengetahuan yang diskret kepada mengukur dan menilai keupayaan pelajar untuk berfikir secara kritis, menilai masalah, mengumpul maklumat, kerjasama dan komunikasi, kreativiti serta inovasi yang diperlukan untuk kejayaan di masa hadapan (Maria dan Kamisah 2010). Seiring dengan itu, melibatkan pelajar secara aktif dalam meneroka keseronokan sains, membantu mereka menemui nilai keterangan atau pembuktian berdasarkan penaakulan dan kemahiran kognitif tinggi dan mengajar mereka menjadi seorang penyelesai masalah yang kreatif telah lama menjadi matlamat reformasi pendidikan sains (DeHaan 2009). Menurut satu dapatan OECD PISA (2006), gelombang pemisah digital yang kedua telah dikenal pasti iaitu, dalam kalangan pengguna yang mempunyai keahlian dan kemahiran yang diperlukan akan mendapat manfaat daripada penggunaan komputer berbanding dengan pengguna yang tidak mempunyai kemahiran atau keahlian langsung dalam penggunaan komputer. Dapatan ini mengukuhkan lagi ciri-ciri yang terkandung dalam kemahiran abad ke-21 iaitu pemikiran kritis, berupaya untuk berkomunikasi dan berkolaborasi serta mempunyai literasi maklumat, literasi media dan literasi teknologi. Penelitian yang dilakukan oleh RMC Research Corporation (2005) menemukan bahwa pelajar yang berpartisipasi dalam proyek kemitraan dalam Karakter Pendidikan (proyek pendidikan karakter mengintegrasikan komponen layanan-learning) di Philadelphia melaporkan bahawa pelajar yang berpartisipasi menunjukkan peningkatan yang lebih besar dalam perilaku prososial, seperti mementingkan orang lain, peduli, hormat, dan kemampuan untuk memilih antara benar dan salah, daripada rakan-rakan mereka di kumpulan lain.

KARAKTER DAN KEBUDAYAAN BANGSA 

Karakter bererti tabiat atau kepribadian, Hill menyatakan “character determines someone’s private thoughts and someone’s action done. Good character is the inward motivation to do what is right, according to highest standart of behavior in every situation” dalam hal ini karakter boleh diertikan sebagai identiti seseorang (Chrisiana,2005). Karakter bangsa merupakan jati diri bangsa yang merupakan kumulasi dari karakter-karakter warga masyarakat suatu bangsa. Hal ini bersesuaian dengan pandangan Ekowarni (2010) bahawa karakter merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata nilai interaksi antara manusia. Secara universal pelbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar: kedamaian, menghargai, kerjasama, kebebasan, kebahagiaan, kejujuran, kerendahan hati, kasih sayang, tanggung jawab, kesederhanaan, toleransi, dan persatuan. Dalam konteks implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), sesungguhnya nilai-nilai tersebut dapat dimasukkan menjadi isi atau muatan kurikulum, untuk memperkaya kajian materi pokok pembelajaran. Selanjutnya, nilai-nilai tersebut diintegrasikan ke dalam kegiatan pembelajaran setiap mata pelajaran yang berlaku di sekolah dalam rangka meningkatkan sumber manusia yang berkarakter bangsa, sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendahulu. Hal ini selaras dengan salah satu prinsip implementasi KTSP, iaitu proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif peserta didik, berhubungan dengan tipe pengetahuan yang harus dipelajari, dan harus melibatkan peran lingkungan sosial (Lickona, 1991; Sanjaya,2005) Mengintegrasikan nilai-nilai yang terkandung dalam karakter bangsa kedalam kegiatan pembelajaran. Hal ini mengacu pada pengertian bahawa pembelajaran merupakan bentuk implementasi kurikulum yang berlaku (Saylor,et.al 1981). Pembelajaran merupakan wujud nyata dari implementasi kurikulum. Dengan pengertian yang demikian, kegiatan pembelajaran memiliki posisi yang sangat menentukan bagi keberhasilan kurikulum. Pendidikan karakter di sekolah merupakan keperluan supaya generasi penerus dapat dibekali dengan kemampuan-kemampuan dasar yang bukan saja mampu menjadikannya life-long learners sebagai salah satu karakter penting untuk hidup di era informasi yang bersifat global, tetapi juga mampu berfungsi dengan peran positif baik sebagai pribadi, sebagai anggota keluarga, sebagai warga negara, mahupun warga dunia. Untuk itu harus dilakukan upaya-upaya instrumental untuk meningkatkan keefektifan proses pembelajarannya disertai pengembangan kultur yang positif. Sekolah dasar menjadi asas pengembangan karakter pada jenjang pendidikan formal, oleh itu sangat diperlukan model pendidikan karakter yang efektif yang dapat mengimbangi dan tidak terjejas oleh perkemangan dunia yang semakin maju dengan teknlogi dan informasi.